Skip to main content

Featured

Lebih Sungguh

Setahun berlalu setelah terakhir aku menulis tentangmu disini,  _______ dan entah bagaimana, semuanya masih terasa sama,  hanya saja kali ini lebih tenang, lebih aman, dan lebih... nyata? Teringat dengan kalimat indahku dulu, tentang betapa aku ingin mencintaimu dengan seribu cara yang ku bisa. Kini aku tahu bahwa, aku tak perlu sekeras itu, karena begitu saja.... dicintaimu, Dalam diam aku menemukan ketenangan, dan dalam segala tawa dan banyaknya suara aku menemukan kehangatan, kadang dalam tangis dan marahpun, itu tak apa, asal kamu ada disampingku, begitu, Entah, ada rasa teduh? yang bisa saja ku rasakan namun tak dapat ku jelaskan,  Sejujurnya baik aku maupun kamu, tidak tahu bagaimana takdir bekerja, namun jika memang perjalanan ini membawaku padamu, [ biarlah semesta mengizinkan aku untuk berhenti di kamu, dengan restu Tuhan kita juga kedua orangtua..... (aaamiiin) ] Karena di dunia yang selalu berubah,  aku ingin satu yang tetap, pada cinta ini, pada cinta yan...

Bendera Putih

Ku rasa aku sudah menjadi prajurit yang baik,

mengencangkan sabukku, dan kembali bertarung

walau beberapa bagian tubuhku terluka


Sebelum perang ini berlangsung, 

aku masih menyimpan luka pada jantungku yang sebenarnya masih diperban, 

tapi karena baju perangku lumayan kokoh, maka ku pikir tidak akan terluka lagi,


Nyatanya,

tiada yang benar benar luka setelah itu walau ku lihat kaki dan tanganku lumayan lecet, 

maksudku, itu sakit namun tak berdarah, 

benar, baju perangku sudah cukup kuat rupanya, 


Maksudku, pesonamu dalam berperang, 

menghanyutkanku, walau sampai nuraniku berkata untuk mundur, 

bahkan terus ku lambungkan senjataku untuk menujumu, 


Sampai tiba hari ini, 

yang ku lakukan, 

melepaskan sepatu perangku, membiarkanmu melihat beberapa luka pada kakiku,

kemudian, ku lepaskan juga baju perangku, membiarkanmu melihat luka dalam pada poros jantungku yang bahkan masih diperban,

terakhir yang ku lakukan melepas topengku, 

membiarkanmu melihat luka lagi pada beberapa bagian wajahku, sampai, jatuhnya air mataku, 


Paling terakhir,

aku membungkuk, 

menjatuhkan senjataku, 

tidak ku lucuti dirimu walau ku bisa, 

melainkan berjalan mundur sambil terus menatap wajahmu dengan nanar,

kelamaan nyatamu semakin kabur, karena air mataku terus mengucur,

membasahi pipiku, bahkan perih pada luka ku tak berasa lagi


dan yang paling terakhir dari yang terakhir adalah,

membalikan tubuhku, lalu berjalan, kemudian berlari kencang darimu,

dan mengibarkan bendera putih,

Comments

Popular Posts